07 Mei 2009

InsyaAllah Saatnya Tiba ...

Seperti menanti sesuatu yang tiada pasti, apakah kami bisa memilikinya atau tidak. Satu bulan terakhir ini, hampir tiap malam pikiranku campur aduk membuat mata tak bisa terpejam. Sudah 9 bulan 3 minggu si kecil yang sudah lama menemani belum nongol-nongol juga, jangankan mau lahir, tanda-tandanya saja belum. Hanya ada rasa sakit (kontraksi palsu) yang kurasakan. Seharusnya dede udah lahir 2 pekan yang lalu sesuai prediksi dokter kandunganku. Masih segar di ingatanku nasehat beliau saat USG terkhir yang lalu agar aku segera melahirkan bayiku meskipun harus dengan bantuan INDUKSI. Itu semua karena kehamilanku ditakutkan lewat bulan meskipun masih normal karena belum lewat 40 minggu. Dalam hati aku sangat hawatir ada apa-apa pada bayiku, apalagi gerakannya sekarang tidak selincah dulu.Ufh......bunyi tarikan nafasku, meski kontraksi palsu, tetap saja sakitnya terasa hingga membuyarkan lamunanku.

Tak terasa hari sudah mendekati senja, rupanya sudah 5 jam aku berbaring menerawang dengan semua kecemasanku "ya Robb, berikanlah hamba jalan keluar yang terbaik" air mataku mengalir mengiringi do'aku. yah aku harus optimis bayiku bisa lahir normal seperti kata suamiku. Akhirnya tepat jam 17.30 beliau datang, rela meninggalkan pekerjaannya untuk mengantarku periksa. Kamis malam ba'da isya dengan perut yang lumayan besar kami meluncur dengan motor ke Rumah Bersalin (RB) seorang bidan senior di daerah Jalan Tol yang kebetulan berdekatan dengan tempat tinggal kami. Karena lokasinya yang berada di lintasan jalan tol, perjalanan kami tiada hambatan. Sampai di sana aku langsung ditangani, mulai dari memeriksa tekanan darah sampai menimbang berat badanku.

"Normal bu, anak pertama ya?" aku menganggukan kepala sambil membalas senyuman bidan itu, lalu kutanyakan segera bidan senior pemilik RB itu, kalau bisa beliau yang memeriksaku. Tapi sayangnya beliau lagi menangani persalinan. Mataku menatap ke arah suami yang dengan setia menyemangatiku seakan mengatakan kalau semua akan baik-baik saja. Kuikuti bidan itu menuju sebuah ruangan. Sambil berjalan kulihat seorang ibu dengan kesakitan yang sangat, tengah berjuang melahirkan bayinya. Dug-dug....jantungku terasa berdenyut cepat ada rasa takut bercampur cemas. "Mari bu saya periksa" kata bidan tersebut. " Ya Allah sesakit itukah sampai wanita itu berteriak ?" .Akhirnya langkahku berhenti disebuah tempat tidur, berbaring di atasnya seperti petunjuk bidan. Mataku terus menatap tangan bidan yang sudah disterilkan bersiap memeriksa apakah sudah ada pambukaan atau belum. Ups ....aku agak kaget karena rasa sakit. Dari jauh samar-samar kudengar suara ibu yang tadi berteriak, pasti sakit sekalii " Ibu, sudah pembukaan empatmi. Janganmaki pulang suruhmi suamita ambil pakaian karena insya Allah kalo kontraksinya teratur bisami lahir besok subuh" jelas bidan itu dengan logat Makassarnya. "Normalji semua, kepala bayi normal dan sesuai panggulta', jadi janganmaki hawtir. nanti jalan-jalanmaki' di luar supaya dedenya cepat lahir" terangnya seakan tahu kegundahanku. Mendengar kalau aku sudah pembukaan 4, kulihat ada binar bahagia dimata suamiku. Optimis yang selama ini jatuh bangun kukumpulkan akhirnya kokoh menyemangatiku, kami akan berjuang untuk YUMNA yang semoga menjadi pembela agama Allah di atas muka bumi. Jam nenunjukan pukul 21.30, lumayan lama aku mondar mandir di depan RB tak peduli dengan tatapan aneh pengunjung yang lain. Mungkin agak aneh dengan busanaku yang serba hitam apalagi wajahku tertutupi cadar. Semua kuabaikan karena ada haru yang sulit kubahasakan. Sms semangat dari adik, keluarga dan sahabat terus menyemangati karena malam itu mereka tidak bisa menemani "Sayang, sabarki' nah. Insya Allah ketemujaki itu...." kubisikan kata demi kata berharap si kecilku merasakan bahagiaku, ternyata dia juga merespon dengan gerakannya meski tidak selincah dulu. Akhirnya malam itu aku dan suami menginap dengan satu asa, semoga bayi kami lahir malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar